PPh 21 dan PPh 23: Apa Perbedaan dan Bagaimana Cara Menghitungnya?

PPh 21 dan PPh 23: Apa Perbedaan dan Bagaimana Cara Menghitungnya? - Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak (WP) baik orang pribadi maupun badan. PPh dibagi menjadi beberapa pasal sesuai dengan jenis penghasilannya. Dua pasal yang sering ditemui dalam dunia bisnis adalah PPh 21 dan PPh 23.
PPh 21 dan PPh 23 memiliki perbedaan yang perlu dipahami oleh para pengusaha, karyawan, dan pemberi jasa. Artikel ini akan menjelaskan apa itu PPh 21 dan PPh 23, apa perbedaan dan persamaannya, serta bagaimana cara menghitung dan melaporkannya. Selain itu, artikel ini juga akan memberikan contoh perhitungan dan beberapa pertanyaan yang sering ditanyakan seputar PPh 21 dan PPh 23.
Apa itu PPh 21 dan PPh 23?
PPh 21 adalah pajak yang dipotong dari penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan sejenisnya yang diterima atau diperoleh oleh orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan. Subjek pajak PPh 21 adalah orang pribadi yang menerima penghasilan tersebut.
PPh 23 adalah pajak yang dipotong dari penghasilan berupa bunga, dividen, royalti, sewa, hadiah, penghargaan, dan sejenisnya yang diterima atau diperoleh oleh orang pribadi atau badan dalam negeri selain yang telah dipotong PPh 21. Subjek pajak PPh 23 adalah orang pribadi atau badan yang menerima penghasilan tersebut.
Apa Perbedaan PPh 21 dan PPh 23?
PPh 21 dan PPh 23 memiliki beberapa perbedaan yang dapat dilihat dari sisi objek pajak, subjek pajak, tarif pajak, cara perhitungan, dan kewajiban pelaporan. Berikut adalah penjelasan singkat tentang perbedaan PPh 21 dan PPh 23:
Aspek | PPh 21 | PPh 23 |
---|---|---|
Objek pajak | Penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan sejenisnya yang berhubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa, atau kegiatan | Penghasilan berupa bunga, dividen, royalti, sewa, hadiah, penghargaan, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh 21 |
Subjek pajak | Orang pribadi dalam negeri | Orang pribadi atau badan dalam negeri |
Tarif pajak | Bervariasi sesuai dengan besaran penghasilan kena pajak (PKP) setelah dikurangi biaya jabatan dan pengurang lainnya. Tarif progresif antara 5% - 30% | Tunggal sebesar 15% dari bruto penghasilan (kecuali untuk bunga deposito atau tabungan yang dikenakan 20%) |
Cara perhitungan | Menggunakan rumus: PPh 21 = PKP x tarif pajak. PKP dihitung dengan mengurangi penghasilan bruto dengan biaya jabatan, PTKP, dan pengurang lainnya | Menggunakan rumus: PPh 23 = penghasilan bruto x tarif pajak. Penghasilan bruto adalah jumlah yang dibayarkan sebelum dipotong pajak |
Kewajiban pelaporan | Wajib menyampaikan SPT tahunan PPh 21 paling lambat akhir Maret tahun berikutnya. Wajib menyampaikan SPT masa PPh 21 paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya jika ada pemotongan pajak lebih dari Rp 15 juta per bulan | Wajib menyampaikan SPT masa PPh 23 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Tidak wajib menyampaikan SPT tahunan PPh 23 karena sudah termasuk dalam SPT tahunan PPh badan atau orang pribadi |
Pertanyaan yang Sering Ditanyakan
Siapa yang bertanggung jawab memotong dan menyetor PPh 21 dan PPh 23?
Pihak yang bertanggung jawab memotong dan menyetor PPh 21 dan PPh 23 adalah pemberi penghasilan. Pemberi penghasilan adalah orang pribadi atau badan yang membayar, menyerahkan, atau memberikan penghasilan kepada subjek pajak. Contohnya adalah perusahaan yang membayar gaji kepada karyawan(PPh 21) atau perusahaan yang membayar sewa kepada penyedia jasa(PPh 23).
Bagaimana cara menghitung biaya jabatan untuk PPh 21?
Biaya jabatan adalah biaya yang diperlukan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Biaya jabatan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menghitung PKP. Biaya jabatan dihitung dengan rumus: biaya jabatan= 5% x penghasilan bruto(maksimal Rp500.000 per bulan atau Rp6.000.000 per tahun).
Apa itu Penghasilan Tidak Kena Pajak(PTKP) untuk PPh 21?
PTKP adalah besaran penghasilan yang tidak dikenakan pajak bagi subjek pajak orang pribadi dalam negeri. PTKP ditentukan berdasarkan status pernikahan dan jumlah tanggungan. Berikut adalah besaran PTKP untuk tahun pajak 2020:
- TK/0 (belum kawin dan tidak punya tanggungan): Rp54.000.000/tahun
- TK/1 (belum kawin dan punya 1 tanggungan): Rp58.500.000/tahun
- TK/2 (belum kawin dan punya 2 tanggungan): Rp63.000.000/tahun
- TK/3 (belum kawin dan punya 3 tanggungan): Rp67.500.000/tahun
- K/0 (kawin dan tidak punya tanggungan): Rp58.500.000/tahun
- K/1 (kawin dan punya 1 tanggungan): Rp63.000.000/tahun
- K/2 (kawin dan punya 2 tanggungan): Rp67.500.000/tahun
- K/3 (kawin dan punya 3 tanggungan): Rp72.000.000/tahun
PTKP dapat dikurangkan dari penghasilan neto untuk menghitung PKP.
Apa saja penghasilan yang tidak dipotong PPh 23?
Beberapa penghasilan yang tidak dipotong PPh 23 adalah sebagai berikut:
- Penghasilan yang telah dipotong PPh 21
- Penghasilan yang dikenakan PPh final, seperti bunga deposito, tabungan, atau sertifikat bank Indonesia
- Penghasilan yang dikenakan PPh 22, seperti impor barang tertentu, penjualan barang tertentu, atau penjualan bahan bakar minyak
- Penghasilan yang dikenakan PPh 26, seperti penghasilan dari luar negeri yang diterima oleh WP dalam negeri
- Penghasilan yang dikenakan PPN, seperti penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak
- Penghasilan yang diberikan oleh pemerintah pusat atau daerah, seperti bantuan sosial, hibah, atau bantuan keuangan lainnya
- Penghasilan yang diberikan oleh lembaga internasional, seperti Bank Dunia, IMF, atau UNICEF
- Penghasilan yang diberikan oleh yayasan sosial, keagamaan, atau kemanusiaan yang tidak berorientasi komersial
- Penghasilan yang diberikan oleh badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD) yang bergerak di bidang sosial, budaya, atau pendidikan
- Penghasilan yang diberikan oleh badan usaha milik desa (BUMDes) yang bergerak di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, atau kehutanan
Bagaimana cara melaporkan PPh 21 dan PPh 23?
Cara melaporkan PPh 21 dan PPh 23 adalah sebagai berikut:
- Mengisi formulir SPT masa PPh 21 atau PPh 23 sesuai dengan periode pajak (bulanan atau tahunan)
- Melampirkan bukti potong PPh 21 atau PPh 23 yang telah disetor ke kas negara
- Melakukan pembetulan SPT jika terdapat kesalahan atau perbedaan data
- Menyampaikan SPT secara online melalui e-filing DJP Online atau secara offline melalui kantor pajak terdekat
- Mencetak tanda terima elektronik sebagai bukti penyampaian SPT
Untuk lebih mudah dan praktis, Anda dapat menggunakan aplikasi Klikpajak by Mekari untuk menghitung, membayar, dan melaporkan PPh 21 dan PPh 23 secara online. Aplikasi ini juga dapat membantu Anda mengurus perpajakan lainnya seperti PPN, PPh final, dan SPT tahunan.
Apa sanksi jika tidak memotong atau menyetor PPh 21 dan PPh 23?
Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar akan dikenakan kepada pemberi penghasilan jika tidak memotong atau menyetor PPh 21 dan PPh 23 tepat waktu. Sanksi ini berlaku paling lama 24 bulan atau sampai dengan terbitnya surat ketetapan pajak(SKP).
Selain itu, sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp100.000 akan dikenakan kepada pemberi penghasilan jika tidak menyampaikan SPT masa PPh 21 atau PPh 23 tepat waktu. Jika SPT yang disampaikan tidak benar atau tidak lengkap, maka denda sebesar Rp1.000.000 akan dikenakan.
Sanksi pidana berupa penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp4 miliar akan dikenakan kepada pemberi penghasilan jika dengan sengaja tidak memotong atau menyetor PPh 21 dan PPh 23 atau menyampaikan SPT yang palsu atau tidak benar.
Kesimpulan
PPh 21 dan PPh 23 adalah dua jenis pajak penghasilan yang berbeda. PPh 21 adalah pajak yang dipotong dari penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan sejenisnya yang diterima oleh orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan. PPh 23 adalah pajak yang dipotong dari penghasilan berupa bunga, dividen, royalti, sewa, hadiah, penghargaan, dan sejenisnya yang diterima oleh orang pribadi atau badan dalam negeri selain yang telah dipotong PPh 21.
PPh 21 dan PPh 23 memiliki perbedaan dari sisi objek pajak, subjek pajak, tarif pajak, cara perhitungan, dan kewajiban pelaporan. Pemberi penghasilan harus memahami perbedaan ini agar dapat memotong, menyetor, dan melaporkan PPh 21 dan PPh 23 dengan benar dan tepat. Jika tidak, maka sanksi administrasi atau pidana dapat dikenakan.
Demikianlah artikel tentang PPh 21 dan PPh 23: Apa Perbedaan dan Bagaimana Cara Menghitungnya? Semoga artikel ini bermanfaat bagi Anda yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang perpajakan di Indonesia. Jika Anda memiliki pertanyaan atau tanggapan lainnya, silakan tulis di kolom komentar di bawah ini.