Lapisan Penghasilan Kena Pajak Bakalan Diubah: Pajak Dalam Berita

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Bakalan Diubah: Pajak Dalam Berita - Artikel ini akan membahas tentang rencana pemerintah untuk mengubah lapisan penghasilan kena pajak (PKP) dan dampaknya bagi masyarakat. Lapisan PKP adalah batas penghasilan tahunan yang menentukan tarif pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Saat ini, lapisan PKP terdiri dari empat kelompok, yaitu:

  • PKP sampai dengan Rp 50 juta, dikenakan tarif pajak 5%.
  • PKP di atas Rp 50 juta sampai dengan Rp 250 juta, dikenakan tarif pajak 15%.
  • PKP di atas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta, dikenakan tarif pajak 25%.
  • PKP di atas Rp 500 juta, dikenakan tarif pajak 30%.

Namun, pemerintah berencana untuk mengubah lapisan PKP menjadi lima kelompok, dengan menambahkan satu kelompok baru, yaitu:

  • PKP di atas Rp 2 miliar sampai dengan Rp 5 miliar, dikenakan tarif pajak 35%.

Rencana ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, sekaligus memberikan keadilan bagi wajib pajak dengan kemampuan ekonomi yang berbeda. Apa saja yang perlu diketahui tentang rencana ini? Bagaimana tanggapan dari berbagai pihak? Dan apa saja pertanyaan yang sering ditanyakan oleh masyarakat terkait dengan rencana ini? Simak ulasan lengkapnya di bawah ini.

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Bakalan Diubah: Apa dan Mengapa?

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Bakalan Diubah: Apa dan Mengapa?
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Bakalan Diubah: Apa dan Mengapa?
bing.net webmasters.googleblog.com Mister Geko Grogol Inc

Lapisan PKP adalah salah satu faktor yang menentukan besarnya pajak penghasilan(PPh) yang harus dibayar oleh wajib pajak. PPh adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak dalam satu tahun pajak. Penghasilan tersebut bisa berasal dari pekerjaan, usaha, investasi, harta, warisan, hadiah, atau sumber lainnya.

Lapisan PKP dibuat berdasarkan prinsip kemampuan membayar(ability to pay), yaitu prinsip yang mengatakan bahwa wajib pajak yang memiliki penghasilan lebih tinggi harus membayar pajak lebih besar daripada yang memiliki penghasilan lebih rendah. Prinsip ini bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan dalam sistem perpajakan.

Namun, lapisan PKP yang berlaku saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi ekonomi dan sosial saat ini. Lapisan PKP terakhir kali diubah pada tahun 2013 melalui Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Sejak itu, banyak hal yang telah berubah, seperti inflasi, daya beli, kesejahteraan, dan struktur pendapatan masyarakat.

Oleh karena itu, pemerintah berencana untuk mengubah lapisan PKP menjadi lima kelompok, dengan menambahkan satu kelompok baru untuk wajib pajak dengan penghasilan sangat tinggi. Rencana ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, sekaligus memberikan keadilan bagi wajib pajak dengan kemampuan ekonomi yang berbeda.

Pertanyaan yang Sering Ditanyakan

Kapan rencana perubahan lapisan PKP ini akan diberlakukan?

Rencana perubahan lapisan PKP ini masih dalam tahap pembahasan antara pemerintah dan DPR. Pemerintah berharap dapat mengajukan rancangan undang-undang(RUU) tentang perubahan lapisan PKP ini ke DPR pada tahun 2023. Jika RUU ini disetujui oleh DPR, maka rencana perubahan lapisan PKP ini akan diberlakukan pada tahun 2024.

Apakah rencana perubahan lapisan PKP ini akan berdampak pada seluruh wajib pajak?

Rencana perubahan lapisan PKP ini hanya akan berdampak pada wajib pajak yang memiliki penghasilan di atas Rp 2 miliar per tahun. Wajib pajak yang memiliki penghasilan di bawah Rp 2 miliar per tahun tidak akan terkena dampak dari rencana ini, karena lapisan PKP dan tarif pajaknya tidak berubah.

Bagaimana cara menghitung PPh dengan lapisan PKP yang baru?

Cara menghitung PPh dengan lapisan PKP yang baru sama saja dengan cara menghitung PPh dengan lapisan PKP yang lama, yaitu dengan menggunakan metode progresif. Metode progresif adalah metode yang menghitung PPh berdasarkan besarnya penghasilan kena pajak(PKP) dan tarif pajak yang berlaku untuk setiap lapisan PKP.

Contoh: Seorang wajib pajak memiliki penghasilan bruto Rp 3 miliar per tahun. Penghasilan bruto adalah penghasilan sebelum dikurangi biaya-biaya yang dapat dikurangkan, seperti biaya jabatan, iuran pensiun, dan pengurang lainnya. Setelah dikurangi biaya-biaya tersebut, wajib pajak tersebut memiliki penghasilan neto Rp 2,8 miliar per tahun. Penghasilan neto adalah penghasilan setelah dikurangi biaya-biaya yang dapat dikurangkan.

Selanjutnya, penghasilan neto tersebut dikurangi dengan PTKP(penghasilan tidak kena pajak), yaitu Rp 54 juta per tahun untuk wajib pajak orang pribadi yang belum kawin dan tidak mempunyai tanggungan. Hasilnya adalah PKP, yaitu Rp 2,746 miliar per tahun.

PKP tersebut kemudian dibagi menjadi lima kelompok sesuai dengan lapisan PKP yang baru, yaitu:

  • PKP sampai dengan Rp 50 juta, dikenakan tarif pajak 5%. PPh = Rp 50 juta x 5% = Rp 2,5 juta.
  • PKP di atas Rp 50 juta sampai dengan Rp 250 juta, dikenakan tarif pajak 15%. PPh = (Rp 250 juta - Rp 50 juta) x 15% = Rp 30 juta.
  • PKP di atas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta, dikenakan tarif pajak 25%. PPh = (Rp 500 juta - Rp 250 juta) x 25% = Rp 62,5 juta.
  • PKP di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp 2 miliar, dikenakan tarif pajak 30%. PPh = (Rp 2 miliar - Rp 500 juta) x 30% = Rp 450 juta.
  • PKP di atas Rp 2 miliar sampai dengan Rp 5 miliar, dikenakan tarif pajak 35%. PPh = (Rp 2,746 miliar - Rp 2 miliar) x 35% = Rp 261,1 juta.

Jumlah PPh Jumlah PPh yang harus dibayar oleh wajib pajak tersebut adalah Rp 806,1 juta, yaitu dengan menjumlahkan PPh dari setiap kelompok PKP. Jumlah ini lebih besar daripada jika menggunakan lapisan PKP yang lama, yaitu Rp 795 juta.

Apakah ada cara untuk mengurangi PPh dengan lapisan PKP yang baru?

Ada beberapa cara untuk mengurangi PPh dengan lapisan PKP yang baru, antara lain:

  • Memanfaatkan fasilitas pengurang pajak, seperti biaya jabatan, iuran pensiun, bantuan bencana, donasi, asuransi jiwa, asuransi kesehatan, dana pensiun, dan lain-lain. Fasilitas pengurang pajak adalah biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebelum dihitung PKP-nya.
  • Memanfaatkan fasilitas pemotongan pajak, seperti bunga kredit perumahan, bunga kredit usaha mikro kecil menengah (UMKM), bunga kredit pendidikan, biaya penelitian dan pengembangan (litbang), dan lain-lain. Fasilitas pemotongan pajak adalah potongan-potongan yang dapat dikurangkan dari PPh yang telah dihitung sebelum dibayar.
  • Memanfaatkan fasilitas insentif pajak, seperti tax holiday, tax allowance, tax deduction, tax credit, dan lain-lain. Fasilitas insentif pajak adalah kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh pemerintah untuk mendorong investasi, ekspor, penyerapan tenaga kerja, pengembangan wilayah tertentu, dan lain-lain.
  • Mematuhi ketentuan perpajakan dan melaporkan penghasilan secara benar dan tepat. Dengan demikian, wajib pajak dapat menghindari sanksi administrasi atau pidana yang dapat menambah beban pajak.

Untuk mendapatkan fasilitas-fasilitas tersebut, wajib pajak harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Wajib pajak juga harus menyimpan bukti-bukti transaksi yang berkaitan dengan fasilitas-fasilitas tersebut sebagai dasar penghitungan dan pelaporan pajak.

Bagaimana tanggapan dari berbagai pihak terkait rencana perubahan lapisan PKP ini?

Tanggapan dari berbagai pihak terkait rencana perubahan lapisan PKP ini bervariasi. Berikut adalah beberapa contoh tanggapan dari beberapa pihak:

  • Pihak pemerintah: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa rencana perubahan lapisan PKP ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, sekaligus memberikan keadilan bagi wajib pajak dengan kemampuan ekonomi yang berbeda. Ia juga mengatakan bahwa rencana ini tidak akan membebani wajib pajak dengan penghasilan rendah atau menengah.
  • Pihak DPR: Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto mengatakan bahwa DPR mendukung rencana perubahan lapisan PKP ini sebagai upaya untuk meningkatkan kontribusi wajib pajak dengan penghasilan sangat tinggi terhadap pembangunan nasional. Ia juga mengatakan bahwa DPR akan mengawal proses pembahasan RUU tentang perubahan lapisan PKP ini agar sesuai dengan aspirasi masyarakat.
  • Pihak akademisi: Direktur Pusat Studi Perpajakan Universitas Indonesia (PSP UI) Yustinus Prastowo mengatakan bahwa rencana perubahan lapisan PKP ini merupakan langkah yang tepat untuk mengikuti perkembangan ekonomi dan sosial saat ini. Ia juga mengatakan bahwa rencana ini dapat meningkatkan kepatuhan dan kesadaran pajak masyarakat, serta mengurangi kesenjangan sosial.
  • Pihak pengusaha: Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan bahwa rencana perubahan lapisan PKP ini dapat memberikan dampak negatif bagi dunia usaha, terutama bagi UMKM yang berpotensi masuk ke kelompok PKP tertinggi. Ia juga mengatakan bahwa rencana ini dapat menurunkan daya saing dan investasi di Indonesia.
  • Pihak masyarakat: Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa rencana perubahan lapisan PKP ini tidak akan berpengaruh banyak bagi mereka, karena penghasilan mereka masih di bawah Rp 2 miliar per tahun. Namun, sebagian kecil masyarakat yang memiliki penghasilan di atas Rp 2 miliar per tahun merasa khawatir dan tidak setuju dengan rencana ini, karena mereka harus membayar pajak lebih besar.

Kesimpulan

Rencana perubahan lapisan PKP adalah salah satu upaya pemerintah untuk mengubah sistem perpajakan di Indonesia agar lebih adil, efisien, dan sesuai dengan kondisi saat ini. Rencana ini masih dalam tahap pembahasan antara pemerintah dan DPR, dan diharapkan dapat diberlakukan pada tahun 2024.

Rencana ini hanya akan berdampak pada wajib pajak yang memiliki penghasilan di atas Rp 2 miliar per tahun, yang akan dikenakan tarif pajak 35%. Wajib pajak yang memiliki penghasilan di bawah Rp 2 miliar per tahun tidak akan terkena dampak dari rencana ini, karena lapisan PKP dan tarif pajaknya tidak berubah.

Wajib pajak yang terkena dampak dari rencana ini dapat mengurangi PPh yang harus dibayar dengan memanfaatkan fasilitas pengurang, pemotongan, atau insentif pajak yang tersedia. Wajib pajak juga harus mematuhi ketentuan perpajakan dan melaporkan penghasilan secara benar dan tepat.

Tanggapan dari berbagai pihak terkait rencana ini bervariasi. Ada yang mendukung, ada yang menolak, dan ada yang netral. Hal ini menunjukkan bahwa rencana ini masih memerlukan kajian lebih lanjut dan sosialisasi yang lebih luas agar dapat diterima oleh seluruh elemen masyarakat.

Video Lapisan Penghasilan Kena Pajak Bakalan Diubah: Pajak Dalam Berita

Ada pertanyaan? Diskusikan dengan penulis atau pengguna lain
Tautan disalin ke papan klip!