Kebijakan PPh OP dan Pajak Properti Indonesia Perlu Dirombak

Kebijakan PPh OP dan Pajak Properti Indonesia Perlu Dirombak - Pajak penghasilan (PPh) orang pribadi dan pajak properti adalah dua jenis pajak yang berpengaruh terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kedua pajak ini memiliki peranan penting dalam mengumpulkan penerimaan negara, mengurangi ketimpangan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Namun, kebijakan pajak yang ada saat ini masih memiliki banyak kelemahan dan tantangan yang perlu diatasi.

Salah satu kelemahan kebijakan pajak saat ini adalah rendahnya tax ratio atau rasio pajak terhadap produk domestik bruto(PDB). Tax ratio Indonesia hanya sekitar 11 persen pada tahun 2020, jauh di bawah rata-rata negara-negara anggota Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi(OECD) yang mencapai 34 persen. Rendahnya tax ratio menunjukkan bahwa potensi penerimaan pajak di Indonesia masih belum tergali secara optimal.

Selain itu, kebijakan pajak saat ini juga belum mencerminkan prinsip keadilan dan kemampuan membayar(ability to pay) yang seharusnya menjadi dasar dalam sistem perpajakan. Hal ini terlihat dari struktur tarif PPh orang pribadi yang masih kurang progresif dan tidak sesuai dengan distribusi pendapatan masyarakat. Selain itu, kebijakan pajak properti juga belum efektif dalam menangkap nilai properti yang sebenarnya dan memberikan insentif bagi pengembangan properti yang berkelanjutan.

Oleh karena itu, kebijakan PPh orang pribadi dan pajak properti di Indonesia perlu dirombak untuk meningkatkan kinerja perpajakan dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Artikel ini akan membahas beberapa perubahan kebijakan pajak yang telah atau akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia, serta dampak dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaannya.

Kebijakan PPh OP dan Pajak Properti Indonesia Perlu Dirombak

Kebijakan PPh OP dan Pajak Properti Indonesia Perlu Dirombak
Kebijakan PPh OP dan Pajak Properti Indonesia Perlu Dirombak
bing.net webmasters.googleblog.com Mister Geko Grogol Inc

Kebijakan PPh orang pribadi dan pajak properti di Indonesia perlu dirombak adalah sebuah pernyataan yang menggambarkan perlunya reformasi perpajakan di bidang PPh orang pribadi dan pajak properti untuk meningkatkan penerimaan negara, mengurangi ketimpangan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Reformasi perpajakan ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo yang ingin meningkatkan tax ratio Indonesia hingga 16 persen pada tahun 2024.

Beberapa perubahan kebijakan pajak yang telah atau akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah sebagai berikut:

  • Menambah lapisan tarif PPh orang pribadi sebesar 35 persen untuk penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar per tahun. Perubahan ini berlaku mulai tahun pajak 2022 berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Tujuan dari perubahan ini adalah untuk meningkatkan kontribusi PPh orang pribadi terhadap penerimaan negara, mengurangi ketimpangan pendapatan, dan menciptakan sistem perpajakan yang lebih progresif.
  • Menetapkan tarif PPh badan sebesar 22 persen untuk tahun pajak 2022 dan seterusnya. Perubahan ini juga berdasarkan UU HPP. Tujuan dari perubahan ini adalah untuk menyesuaikan tarif PPh badan dengan tren perpajakan global yang mulai menaikkan tarif PPh badan, serta untuk meningkatkan daya saing dan investasi di Indonesia.
  • Menghapus PPh final bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan omzet maksimal Rp500 juta per tahun. Perubahan ini juga berdasarkan UU HPP. Tujuan dari perubahan ini adalah untuk memberikan kemudahan dan insentif bagi UMKM, serta untuk mendorong formalisasi dan inklusi keuangan bagi pelaku UMKM.
  • Menetapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) properti sebesar 10 persen untuk properti dengan nilai jual di atas Rp30 miliar. Perubahan ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2021 tentang Penetapan Nilai Jual Objek Pajak dan Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Barang Tertentu yang Berwujud Bangunan. Perubahan ini berlaku mulai 1 Oktober 2021. Tujuan dari perubahan ini adalah untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor properti, mengurangi spekulasi properti, dan mendorong pengembangan properti yang terjangkau bagi masyarakat.
  • Menetapkan tarif PPh atas penjualan properti sebesar 5 persen untuk properti yang telah pernah dihuni atau digunakan sebelumnya. Perubahan ini berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2021 tentang Tarif Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Rumah, Apartemen, atau Properti Komersial yang Telah Pernah Dihuni atau Digunakan Sebelumnya. Perubahan ini berlaku mulai 1 Oktober 2021. Tujuan dari perubahan ini adalah untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor properti, mengurangi disparitas antara tarif PPh atas penjualan properti baru dan bekas, dan mendorong perputaran properti di pasar sekunder.

Perubahan-perubahan kebijakan pajak tersebut diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Namun, perubahan-perubahan tersebut juga menghadapi beberapa tantangan dalam pelaksanaannya, seperti kesiapan administrasi perpajakan, kesadaran dan kepatuhan wajib pajak, serta koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah.

Pertanyaan yang Sering Ditanyakan

Apakah saya termasuk wajib pajak orang pribadi yang dikenakan tarif PPh 35 persen?

Anda termasuk wajib pajak orang pribadi yang dikenakan tarif PPh 35 persen jika penghasilan kena pajak Anda di atas Rp5 miliar per tahun. Penghasilan kena pajak adalah penghasilan bruto dikurangi pengurangan-pengurangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan(UU PPh). Penghasilan bruto meliputi penghasilan dari pekerjaan, usaha, modal, maupun lainnya yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak.

Bagaimana cara menghitung PPN properti?

PPN properti dikenakan pada saat penyerahan barang tertentu yang berwujud bangunan kepada pembeli atau penerima. Barang tertentu yang berwujud bangunan adalah rumah, apartemen, atau properti komersial yang memiliki nilai jual di atas Rp30 miliar. Nilai jual objek pajak(NJOP) ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat berdasarkan nilai pasar properti. Tarif PPN properti adalah 10 persen dari nilai jual objek pajak. Contoh: Jika Anda membeli sebuah apartemen dengan nilai jual Rp40 miliar, maka Anda harus membayar PPN properti sebesar Rp4 miliar.

Apakah saya harus membayar PPh atas penjualan properti yang telah saya huni atau gunakan sebelumnya?

Ya, Anda harus membayar PPh atas penjualan properti yang telah Anda huni atau gunakan sebelumnya. Properti yang dimaksud adalah rumah, apartemen, atau properti komersial yang bukan merupakan objek PPh final. Objek PPh final adalah properti yang dijual oleh pengembang atau pemilik pertama dengan harga jual maksimal Rp36 miliar untuk rumah dan Rp30 miliar untuk apartemen atau properti komersial. Tarif PPh atas penjualan properti yang telah pernah dihuni atau digunakan sebelumnya adalah 5 persen dari harga jual properti. Contoh: Jika Anda menjual sebuah rumah yang telah Anda huni selama 5 tahun dengan harga jual Rp500 juta, maka Anda harus membayar PPh sebesar Rp25 juta.

Bagaimana cara mengurus administrasi perpajakan jika saya memiliki usaha mikro, kecil, atau menengah(UMKM)?

Jika Anda memiliki usaha mikro, kecil, atau menengah(UMKM) dengan omzet maksimal Rp500 juta per tahun, maka Anda tidak perlu membayar PPh final. Namun, Anda tetap harus mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan melaporkan penghasilan Anda dalam Surat Pemberitahuan Tahunan(SPT) Pajak Penghasilan Orang Pribadi. Anda juga harus membayar PPN jika usaha Anda termasuk dalam kriteria subjek dan objek PPN. Untuk mengurus administrasi perpajakan, Anda dapat mengunjungi kantor pelayanan pajak(KPP) terdekat atau mengakses layanan online melalui situs resmi Direktorat Jenderal Pajak(DJP).

Apa dampak positif dari perubahan kebijakan pajak bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia?

Dampak positif dari perubahan kebijakan pajak bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut:

  • Menambah penerimaan negara dari sektor pajak yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan dan pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.
  • Mengurangi ketimpangan pendapatan dan kekayaan antara golongan masyarakat yang berpenghasilan tinggi dan rendah dengan memberlakukan tarif pajak yang lebih progresif dan adil.
  • Mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dengan memberikan kemudahan dan insentif bagi UMKM, serta mendorong pengembangan properti yang terjangkau bagi masyarakat.
  • Meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dengan memberikan fasilitas dan sanksi yang sesuai dengan prinsip keadilan dan kemampuan membayar.
  • Meningkatkan daya saing dan investasi di Indonesia dengan menyesuaikan tarif pajak dengan tren perpajakan global dan menghapus beban pajak yang tidak produktif.

Kesimpulan

Kebijakan PPh orang pribadi dan pajak properti di Indonesia perlu dirombak untuk meningkatkan kinerja perpajakan dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Beberapa perubahan kebijakan pajak yang telah atau akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah menambah lapisan tarif PPh orang pribadi sebesar 35 persen, menetapkan tarif PPh badan sebesar 22 persen, menghapus PPh final bagi UMKM, menetapkan tarif PPN properti sebesar 10 persen, dan menetapkan tarif PPh atas penjualan properti sebesar 5 persen.

Perubahan-perubahan kebijakan pajak tersebut diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia, seperti menambah penerimaan negara, mengurangi ketimpangan, mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif, meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak, serta meningkatkan daya saing dan investasi di Indonesia. Namun, perubahan-perubahan tersebut juga menghadapi beberapa tantangan dalam pelaksanaannya, seperti kesiapan administrasi perpajakan, koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, serta respon dari masyarakat dan pelaku usaha.

Oleh karena itu, perlu adanya sosialisasi dan edukasi yang intensif kepada masyarakat dan pelaku usaha tentang perubahan kebijakan pajak tersebut, serta perlu adanya evaluasi dan monitoring yang berkala untuk melihat efektivitas dan dampak dari perubahan kebijakan pajak tersebut. Dengan demikian, reformasi perpajakan di bidang PPh orang pribadi dan pajak properti dapat berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.

Video Kebijakan PPh OP dan Pajak Properti Indonesia Perlu Dirombak

Ada pertanyaan? Diskusikan dengan penulis atau pengguna lain
Tautan disalin ke papan klip!