Besarnya BPHTB yang Terutang adalah Sebesar

Besarnya BPHTB yang Terutang adalah Sebesar - Artikel ini akan membahas tentang besarnya BPHTB yang terutang adalah sebesar, yaitu salah satu aspek penting dalam transaksi jual beli tanah dan bangunan. BPHTB adalah singkatan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yaitu pajak yang dikenakan kepada pihak yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan, baik secara hibah, waris, atau jual beli. BPHTB merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Artikel ini akan menjelaskan tentang dasar hukum, objek, subjek, tarif, penghitungan, dan cara pembayaran BPHTB. Artikel ini juga akan memberikan beberapa pertanyaan dan jawaban yang sering ditanyakan seputar BPHTB. Artikel ini bertujuan untuk memberikan informasi yang akurat, lengkap, dan mudah dipahami tentang besarnya BPHTB yang terutang adalah sebesar.
Apa itu BPHTB?
BPHTB adalah pajak yang dikenakan kepada pihak yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan, baik secara hibah, waris, atau jual beli. BPHTB merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Dasar hukum BPHTB adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Peraturan Daerah masing-masing kabupaten/kota.
Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Hak atas tanah meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, hak pengelolaan, dan hak lain sejenis. Hak atas bangunan meliputi bangunan gedung dan bangunan non-gedung. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan dapat terjadi karena perbuatan hukum atau peristiwa hukum. Perbuatan hukum adalah tindakan atau pernyataan seseorang atau badan hukum yang menimbulkan akibat hukum tertentu. Contoh perbuatan hukum adalah jual beli, tukar menukar, hibah, waris, wasiat, pelepasan hak dengan pembayaran(cessie), pelepasan hak tanpa pembayaran(roya), penggabungan usaha(fusie), pemisahan usaha(splitsing), pengambilalihan usaha(overname), dan lain-lain. Peristiwa hukum adalah kejadian alamiah atau keadaan yang menimbulkan akibat hukum tertentu. Contoh peristiwa hukum adalah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, penetapan pejabat berwenang, lelang eksekusi, lelang sukarela, pembebasan tanah untuk kepentingan umum, pemberian tanah oleh negara kepada masyarakat adat atau warga negara Indonesia secara individu atau kelompok dalam rangka reforma agraria atau redistribusi tanah.
Subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Orang pribadi adalah setiap orang perseorangan yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau orang perseorangan yang dalam tahun pajak bersangkutan memiliki niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Badan adalah perseroan terbatas(PT), perseroan komanditer(CV), firma(Fa), koperasi, yayasan, perkumpulan, organisasi massa(ormas), organisasi sosial politik(orpol), badan usaha milik negara(BUMN), badan usaha milik daerah(BUMD), lembaga pemerintah non-kementerian(LPNK), atau bentuk usaha tetap(BUT) yang berkedudukan atau bertempat kediaman di Indonesia.
Berapa Tarif dan Cara Menghitung BPHTB?
Tarif pajak BPHTB adalah 5%(lima persen) dari nilai perolehan objek pajak(NPOP). NPOP adalah nilai transaksi, nilai pasar, atau nilai lain yang dipergunakan sebagai dasar pengenaan pajak. Nilai transaksi adalah harga yang disepakati oleh para pihak dalam perjanjian perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Nilai pasar adalah harga yang wajar yang dapat diperoleh dalam transaksi bebas antara pihak yang saling berkepentingan dan tidak saling mempengaruhi. Nilai lain adalah nilai yang ditetapkan oleh pejabat berwenang dalam hal terjadi perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan karena peristiwa hukum.
Cara menghitung BPHTB adalah dengan mengalikan tarif pajak dengan NPOP. Namun, sebelum itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
- NPOP tidak boleh lebih rendah dari nilai acuan kawasan (NJOP) yang ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota. NJOP adalah nilai jual objek pajak (NJOP) tanah dan/atau bangunan yang ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota sebagai dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan (PBB).
- Subjek pajak BPHTB dapat memperoleh fasilitas berupa pengurangan NPOP sebesar Rp 80 juta untuk setiap satu perolehan hak atas satu objek pajak. Pengurangan ini berlaku untuk orang pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan pertama kali dan digunakan sebagai tempat tinggal.
- Subjek pajak BPHTB juga dapat memperoleh fasilitas berupa pembebasan atau pengurangan tarif pajak sesuai dengan ketentuan peraturan daerah masing-masing kabupaten/kota. Pembebasan atau pengurangan tarif pajak dapat diberikan kepada subjek pajak yang memenuhi kriteria tertentu, misalnya subjek pajak yang berpenghasilan rendah, subjek pajak yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan karena hibah atau waris dari keluarga inti, subjek pajak yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan karena pelepasan hak oleh negara, subjek pajak yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan karena reforma agraria atau redistribusi tanah, subjek pajak yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan karena bantuan sosial, subjek pajak yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan karena bencana alam, subjek pajak yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan karena pembangunan infrastruktur publik, subjek pajak yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan karena kepentingan sosial, budaya, agama, pendidikan, kesehatan, olahraga, atau lingkungan hidup.
Contoh perhitungan BPHTB:
A membeli tanah seluas 200 m2 dari B dengan harga Rp 500 juta. NJOP tanah tersebut adalah Rp 400 juta. A adalah orang pribadi yang membeli tanah pertama kali untuk tempat tinggal.
NPOP= max(Rp 500 juta, Rp 400 juta)= Rp 500 juta
NPOP setelah dikurangi Rp 80 juta= Rp 500 juta- Rp 80 juta= Rp 420 juta
BPHTB= 5% x Rp 420 juta= Rp 21 juta
Pertanyaan yang Sering Ditanyakan
Q: Kapan dan bagaimana cara membayar BPHTB?
A: Subjek pajak BPHTB wajib membayar BPHTB paling lambat 1(satu) bulan sejak tanggal terutangnya pajak. Pajak terutang sejak tanggal ditandatanganinya akta perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh pejabat pembuat akta tanah(PPAT) atau sejak tanggal terjadinya peristiwa hukum yang mengakibatkan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Cara membayar BPHTB adalah dengan mengisi dan menyampaikan surat pemberitahuan objek pajak(SPOP) dan lampiran SPOP(LSPOP) kepada kantor pelayanan pajak daerah(KP2D) yang berwenang. SPOP dan LSPOP adalah formulir yang berisi identitas subjek pajak, identitas objek pajak, nilai perolehan objek pajak,besarnya BPHTB yang terutang, dan bukti-bukti pendukung. Setelah menyampaikan SPOP dan LSPOP, subjek pajak akan mendapatkan surat ketetapan pajak daerah(SKPD) yang berisi jumlah pajak yang harus dibayar. Subjek pajak kemudian dapat membayar BPHTB melalui bank persepsi yang ditunjuk oleh pemerintah daerah dengan menunjukkan SKPD.
Q: Apa yang harus dilakukan jika terjadi kesalahan dalam penghitungan atau pembayaran BPHTB?
A: Jika terjadi kesalahan dalam penghitungan atau pembayaran BPHTB, subjek pajak dapat mengajukan permohonan koreksi, keberatan, atau banding kepada pejabat pajak daerah yang berwenang. Permohonan koreksi dapat diajukan jika terdapat kesalahan administratif dalam pengisian SPOP atau LSPOP, misalnya kesalahan penulisan nama, alamat, nomor identitas, atau nilai perolehan objek pajak. Permohonan koreksi dapat diajukan paling lambat 3(tiga) bulan sejak tanggal pembayaran BPHTB. Permohonan keberatan dapat diajukan jika subjek pajak tidak setuju dengan besarnya BPHTB yang ditetapkan dalam SKPD. Permohonan keberatan dapat diajukan paling lambat 3(tiga) bulan sejak tanggal diterimanya SKPD. Permohonan banding dapat diajukan jika subjek pajak tidak puas dengan hasil penyelesaian keberatan oleh pejabat pajak daerah. Permohonan banding dapat diajukan paling lambat 3(tiga) bulan sejak tanggal diterimanya surat keputusan penyelesaian keberatan.
Q: Apa sanksi yang dikenakan jika tidak membayar atau terlambat membayar BPHTB?
A: Subjek pajak yang tidak membayar atau terlambat membayar BPHTB akan dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2%(dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang kurang dibayar atau terlambat dibayar. Bunga dihitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dilakukan. Jika subjek pajak tidak menyampaikan SPOP dan LSPOP atau menyampaikan SPOP dan LSPOP yang tidak benar atau tidak lengkap, maka subjek pajak akan dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 100%(seratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar atau terlambat dibayar. Jika subjek pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya dengan sengaja, maka subjek pajak dapat dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 6(enam) bulan atau denda paling banyak 4(empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.
Kesimpulan
Besarnya BPHTB yang terutang adalah sebesar 5%(lima persen) dari nilai perolehan objek pajak(NPOP). NPOP adalah nilai transaksi, nilai pasar, atau nilai lain yang dipergunakan sebagai dasar pengenaan pajak. NPOP tidak boleh lebih rendah dari nilai acuan kawasan(NJOP) yang ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota. Subjek pajak BPHTB dapat memperoleh fasilitas berupa pengurangan NPOP sebesar Rp 80 juta untuk setiap satu perolehan hak atas satu objek pajak. Subjek pajak BPHTB juga dapat memperoleh fasilitas berupa pembebasan atau pengurangan tarif pajak sesuai dengan ketentuan peraturan daerah masing-masing kabupaten/kota. Subjek pajak BPHTB wajib membayar BPHTB paling lambat 1(satu) bulan sejak tanggal terutangnya pajak. Cara membayar BPHTB adalah dengan mengisi dan menyampaikan surat pemberitahuan objek pajak(SPOP) dan lampiran SPOP(LSPOP) kepada kantor pelayanan pajak daerah(KP2D) yang berwenang. Subjek pajak BPHTB akan mendapatkan surat ketetapan pajak daerah(SKPD) yang berisi jumlah pajak yang harus dibayar. Subjek pajak kemudian dapat membayar BPHTB melalui bank persepsi yang ditunjuk oleh pemerintah daerah dengan menunjukkan SKPD. Jika terjadi kesalahan dalam penghitungan atau pembayaran BPHTB, subjek pajak dapat mengajukan permohonan koreksi, keberatan, atau banding kepada pejabat pajak daerah yang berwenang. Jika tidak membayar atau terlambat membayar BPHTB, subjek pajak akan dikenakan sanksi administratif berupa bunga, denda, atau pidana.
Demikian artikel tentang besarnya BPHTB yang terutang adalah sebesar. Semoga artikel ini bermanfaat dan memberikan informasi yang dibutuhkan. Terima kasih telah membaca artikel ini sampai habis.