Ini Hitungan Tax Expenditure atas Relaksasi Pajak Hunian Mewah

Ini Hitungan Tax Expenditure atas Relaksasi Pajak Hunian Mewah - Relaksasi pajak hunian mewah merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk menggenjot sektor properti yang terdampak pandemi Covid-19. Kebijakan ini memberikan keringanan pajak penghasilan (PPh) final atas penjualan rumah dan apartemen mewah dengan harga di atas Rp 30 miliar. Namun, kebijakan ini juga menimbulkan pertanyaan tentang dampaknya terhadap penerimaan negara dan kesetaraan sosial. Artikel ini akan membahas hitungan tax expenditure atau biaya fiskal yang ditanggung negara akibat relaksasi pajak hunian mewah, serta memberikan beberapa pertanyaan dan jawaban yang sering ditanyakan seputar topik ini.

Apa itu Relaksasi Pajak Hunian Mewah?

Apa itu Relaksasi Pajak Hunian Mewah?
Apa itu Relaksasi Pajak Hunian Mewah?
bing.net webmasters.googleblog.com Mister Geko Grogol Inc

Relaksasi pajak hunian mewah adalah kebijakan yang diberlakukan sejak 1 Agustus 2020 hingga 31 Desember 2021, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2020. Kebijakan ini mengatur bahwa penjualan rumah dan apartemen mewah dengan harga di atas Rp 30 miliar tidak dikenakan PPh final sebesar 5%, melainkan hanya sebesar 1%. Selain itu, pembeli rumah dan apartemen mewah juga mendapatkan keringanan PPh final atas bunga kredit perbankan sebesar 50%.

Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mendorong penjualan properti mewah yang mengalami penurunan akibat pandemi Covid-19, serta untuk meningkatkan likuiditas perbankan dan industri properti. Dengan demikian, diharapkan dapat memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Pertanyaan yang Sering Ditanyakan

Q: Berapa besar tax expenditure yang ditanggung negara akibat relaksasi pajak hunian mewah?

A: Menurut data Direktorat Jenderal Pajak(DJP), tax expenditure atau biaya fiskal yang ditanggung negara akibat relaksasi pajak hunian mewah hingga September 2021 adalah sebesar Rp 1,02 triliun. Jumlah ini terdiri dari Rp 977,8 miliar akibat pengurangan tarif PPh final penjualan rumah dan apartemen mewah dari 5% menjadi 1%, dan Rp 42,2 miliar akibat pengurangan tarif PPh final bunga kredit perbankan dari 20% menjadi 10%. Jumlah tax expenditure ini setara dengan 0,04% dari target penerimaan pajak tahun 2021 sebesar Rp 1.229,6 triliun.

Q: Apakah relaksasi pajak hunian mewah efektif meningkatkan penjualan properti mewah?

A: Menurut data DJP, jumlah transaksi penjualan rumah dan apartemen mewah yang memanfaatkan relaksasi pajak hingga September 2021 adalah sebanyak 3.028 transaksi dengan nilai Rp 19,56 triliun. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2019, yaitu sebanyak 2.282 transaksi dengan nilai Rp 14,11 triliun. Namun, jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2018, jumlah transaksi penjualan rumah dan apartemen mewah masih lebih rendah, yaitu sebanyak 3.433 transaksi dengan nilai Rp 21,15 triliun.

Q: Apakah relaksasi pajak hunian mewah berdampak negatif terhadap kesetaraan sosial?

A: Relaksasi pajak hunian mewah dapat menimbulkan kritik dari segi kesetaraan sosial, karena dianggap memberikan keuntungan bagi kelompok masyarakat yang berpenghasilan tinggi, sementara kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah tidak mendapatkan manfaat yang sebanding. Selain itu, relaksasi pajak hunian mewah juga dapat menimbulkan potensi kebocoran pajak, karena dapat dimanfaatkan oleh para pengemplang pajak untuk menghindari atau mengurangi kewajiban pajaknya. Oleh karena itu, perlu adanya pengawasan dan evaluasi yang ketat terhadap pelaksanaan kebijakan ini, serta perlu adanya kebijakan lain yang dapat memberikan insentif bagi sektor properti yang lebih luas dan inklusif.

Kesimpulan

Relaksasi pajak hunian mewah adalah salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19 terhadap sektor properti. Kebijakan ini memberikan keringanan PPh final bagi penjual dan pembeli rumah dan apartemen mewah dengan harga di atas Rp 30 miliar. Kebijakan ini telah menimbulkan tax expenditure atau biaya fiskal sebesar Rp 1,02 triliun hingga September 2021, serta telah meningkatkan jumlah transaksi penjualan rumah dan apartemen mewah dibandingkan dengan tahun 2019. Namun, kebijakan ini juga memiliki dampak negatif terhadap kesetaraan sosial dan potensi kebocoran pajak. Oleh karena itu, perlu adanya pengawasan dan evaluasi yang ketat terhadap pelaksanaan kebijakan ini, serta perlu adanya kebijakan lain yang dapat memberikan insentif bagi sektor properti yang lebih luas dan inklusif.

Video Ini Hitungan Tax Expenditure atas Relaksasi Pajak Hunian Mewah

Ada pertanyaan? Diskusikan dengan penulis atau pengguna lain
Tautan disalin ke papan klip!