UU Cipta Kerja Memperlonggar Ketentuan Sanksi Administrasi Pajak

UU Cipta Kerja Memperlonggar Ketentuan Sanksi Administrasi Pajak - Salah satu klaster yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja adalah klaster perpajakan. Klaster ini mengubah beberapa ketentuan dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang berkaitan dengan sanksi administrasi pajak. Tujuan dari perubahan ini adalah untuk memberikan kemudahan dan insentif bagi wajib pajak, serta meningkatkan kepatuhan perpajakan. Artikel ini akan membahas tentang perubahan sanksi administrasi pajak dalam UU Cipta Kerja dan dampaknya bagi wajib pajak.
Apa itu Sanksi Administrasi Pajak?
Sanksi administrasi pajak adalah sanksi yang dikenakan oleh Direktorat Jenderal Pajak(DJP) Kementerian Keuangan(Kemenkeu) kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan perpajakan. Sanksi administrasi pajak dapat berupa bunga, denda, atau kenaikan. Sanksi administrasi pajak bertujuan untuk memberikan efek jera kepada wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan, serta mengganti kerugian negara akibat keterlambatan atau kekurangan pembayaran pajak.
Sanksi administrasi pajak diatur dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 13 UU KUP. Beberapa jenis sanksi administrasi pajak yang umum dikenal adalah:
- Sanksi bunga atas keterlambatan membayar pajak sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
- Sanksi denda atas keterlambatan menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) sebesar Rp100 ribu sampai dengan Rp1 juta tergantung jenis SPT.
- Sanksi kenaikan atas hasil pemeriksaan sebesar 50% sampai dengan 400% dari jumlah pajak yang kurang dibayar tergantung jenis pelanggaran.
Bagaimana Perubahan Sanksi Administrasi Pajak dalam UU Cipta Kerja?
Bagaimana Perubahan Sanksi Administrasi Pajak dalam UU Cipta Kerja? |
UU Cipta Kerja mengubah beberapa ketentuan sanksi administrasi pajak dalam UU KUP. Perubahan ini bertujuan untuk memberikan kemudahan dan insentif bagi wajib pajak, serta meningkatkan kepatuhan perpajakan. Berikut adalah beberapa perubahan sanksi administrasi pajak dalam UU Cipta Kerja:
- Sanksi bunga atas keterlambatan membayar pajak diubah menjadi bunga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan suku bunga acuan ditambah 5%. Bunga ini dihitung per bulan dan paling lama 24 bulan. Jika suku bunga acuan adalah 6%, maka bunga yang dikenakan adalah 11% dibagi 12 atau kurang dari 1% per bulan .
- Sanksi denda atas keterlambatan menyampaikan SPT dihapuskan jika wajib pajak menyampaikan SPT setelah ditegur secara tertulis oleh DJP.
- Sanksi kenaikan atas hasil pemeriksaan diturunkan menjadi bunga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan suku bunga acuan ditambah 20%. Bunga ini dihitung per bulan dan paling lama 24 bulan. Jika suku bunga acuan adalah 6%, maka bunga yang dikenakan adalah 26% dibagi 12 atau sekitar 2% per bulan .
- Sanksi kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran saat dilakukan tindakan pemeriksaan bukti permulaan diturunkan dari 150% menjadi 100% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
- Sanksi kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran saat dilakukan tindakan pemeriksaan diturunkan dari 200% menjadi 150% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
- Sanksi kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran saat dilakukan tindakan pemeriksaan lanjutan diturunkan dari 400% menjadi 300% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
- Sanksi kenaikan atas pengungkapan ketidakbenaran saat dilakukan tindakan penagihan diturunkan dari 100% menjadi 75% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
Pertanyaan yang Sering Ditanyakan
Apakah perubahan sanksi administrasi pajak berlaku surut?
Tidak, perubahan sanksi administrasi pajak berlaku sejak tanggal 2 November 2020, yaitu tanggal diundangkannya UU Cipta Kerja. Sanksi administrasi pajak yang telah dikenakan sebelum tanggal tersebut tetap berdasarkan ketentuan UU KUP yang lama.
Apakah perubahan sanksi administrasi pajak berlaku untuk semua jenis pajak?
Ya, perubahan sanksi administrasi pajak berlaku untuk semua jenis pajak yang diatur dalam UU KUP, yaitu pajak penghasilan(PPh), pajak pertambahan nilai(PPN), pajak penjualan barang mewah(PPnBM), pajak bumi dan bangunan(PBB), bea materai, dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan(BPHTB).
Bagaimana cara menghitung sanksi bunga berdasarkan suku bunga acuan?
Sanksi bunga berdasarkan suku bunga acuan dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Sanksi bunga=(suku bunga acuan+ persentase tertentu)/ 12 x jumlah pajak yang kurang dibayar x lama keterlambatan(dalam bulan)
Contoh:
Jika suku bunga acuan adalah 6%, persentase tertentu adalah 5%, jumlah pajak yang kurang dibayar adalah Rp10 juta, dan lama keterlambatan adalah 6 bulan, maka sanksi bunganya adalah:
Sanksi bunga=(6%+ 5%)/ 12 x Rp10 juta x 6 bulan
Sanksi bunga= 0.009166667 x Rp10 juta x 6 bulan
Sanksi bunga= Rp550.000
Apa dampak positif dari perubahan sanksi administrasi pajak?
Dampak positif dari perubahan sanksi administrasi pajak adalah:
- Memberikan kemudahan dan insentif bagi wajib pajak, terutama bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terdampak pandemi Covid-19.
- Meningkatkan kepatuhan perpaj
Meningkatkan kepatuhan perpajakan dengan memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk melunasi kewajiban pajaknya dengan sanksi yang lebih ringan.
- Mendorong pertumbuhan ekonomi dengan mengurangi beban perpajakan bagi pelaku usaha dan meningkatkan daya saing produk domestik.
Apa dampak negatif dari perubahan sanksi administrasi pajak?
Dampak negatif dari perubahan sanksi administrasi pajak adalah:
- Menurunkan penerimaan negara dari sektor perpajakan karena adanya pengurangan sanksi administrasi pajak.
- Menimbulkan potensi kehilangan data dan informasi perpajakan karena penghapusan sanksi denda atas keterlambatan menyampaikan SPT.
- Menyebabkan ketidakadilan bagi wajib pajak yang telah memenuhi kewajiban perpajakan dengan tepat waktu dan sesuai ketentuan.
Kesimpulan
UU Cipta Kerja memperlonggar ketentuan sanksi administrasi pajak yang diatur dalam UU KUP. Perubahan ini bertujuan untuk memberikan kemudahan dan insentif bagi wajib pajak, serta meningkatkan kepatuhan perpajakan. Namun, perubahan ini juga memiliki dampak negatif bagi penerimaan negara, data dan informasi perpajakan, dan keadilan perpajakan. Oleh karena itu, wajib pajak tetap harus mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku dan tidak menyalahgunakan perubahan sanksi administrasi pajak ini.
Demikian artikel ini dibuat dengan harapan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca. Jika ada pertanyaan, kritik, atau saran, silakan tulis di kolom komentar di bawah ini. Terima kasih telah membaca.