Belanja Online Bakal Kena Pajak 10 Persen, Apa Kata Masyarakat?

Belanja Online Bakal Kena Pajak 10 Persen, Apa Kata Masyarakat? - Belanja online merupakan salah satu aktivitas yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia, terutama di masa pandemi Covid-19. Namun, belakangan ini muncul wacana untuk memberlakukan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen bagi transaksi belanja online. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap rencana ini? Apa dampaknya bagi konsumen dan pelaku usaha? Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang topik tersebut.

Apa Itu Pajak Belanja Online?

Apa Itu Pajak Belanja Online?
Apa Itu Pajak Belanja Online?
bing.net webmasters.googleblog.com Mister Geko Grogol Inc

Pajak belanja online adalah pajak yang dikenakan kepada konsumen yang melakukan pembelian barang atau jasa melalui platform digital, seperti e-commerce, marketplace, atau media sosial. Pajak ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 2018, namun hanya berlaku untuk barang impor dengan nilai di bawah 75 dolar AS. Pada tahun 2020, pemerintah mengubah ketentuan tersebut menjadi 3 dolar AS, sehingga hampir semua barang impor kena pajak.

Namun, pada tahun 2021, pemerintah kembali mengusulkan untuk memperluas cakupan pajak belanja online menjadi tidak hanya barang impor, tetapi juga barang lokal. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan penerimaan negara di tengah pandemi dan mengurangi ketimpangan antara pelaku usaha online dan offline. Rencananya, pajak belanja online ini akan diberlakukan mulai tahun 2022 dengan tarif sebesar 10 persen.

Pertanyaan yang Sering Ditanyakan

Bagaimana cara menghitung pajak belanja online?

Pajak belanja online akan dikenakan kepada konsumen berdasarkan nilai transaksi yang dilakukan. Misalnya, jika Anda membeli barang seharga Rp100.000 melalui platform digital, maka Anda akan dikenakan pajak sebesar Rp10.000. Jadi, total yang harus Anda bayar adalah Rp110.000. Pajak ini akan dipotong langsung oleh platform digital dan disetorkan ke kas negara.

Apakah semua transaksi belanja online kena pajak?

Tidak semua transaksi belanja online kena pajak. Ada beberapa pengecualian yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu:

  • Transaksi yang dilakukan oleh badan usaha kena pajak (BUKP) yang sudah terdaftar sebagai pemungut PPN.
  • Transaksi yang dilakukan oleh badan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memiliki omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun.
  • Transaksi yang dilakukan oleh perorangan yang tidak memiliki NPWP dan memiliki omzet di bawah Rp600 juta per tahun.
  • Transaksi yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara nonkementerian, atau lembaga internasional.
  • Transaksi yang dilakukan oleh badan amal atau sosial yang mendapatkan pengesahan dari Menteri Keuangan.
  • Transaksi yang berkaitan dengan jasa kesehatan, jasa pendidikan, atau jasa keagamaan.

Apa dampak positif dan negatif pajak belanja online?

Pajak belanja online memiliki dampak positif dan negatif bagi berbagai pihak. Berikut adalah beberapa dampak yang dapat diidentifikasi:

PihakDampak PositifDampak Negatif
NegaraMenambah penerimaan negara untuk pembiayaan pembangunan dan penanganan pandemi.Menimbulkan tantangan dalam hal administrasi, pengawasan, dan penegakan hukum terkait pajak belanja online.
KonsumenMenyadarkan konsumen untuk lebih bijak dan bertanggung jawab dalam berbelanja online.Menambah beban pengeluaran konsumen, terutama bagi mereka yang memiliki pendapatan rendah atau terdampak pandemi.
Pelaku UsahaMenyamakan level playing field antara pelaku usaha online dan offline, sehingga meningkatkan persaingan sehat dan kesejahteraan usaha.Menurunkan daya beli konsumen, sehingga berpotensi menurunkan omzet dan laba usaha.

Apa kata masyarakat tentang pajak belanja online?

Masyarakat memiliki berbagai pendapat tentang pajak belanja online. Beberapa menerima dengan baik rencana ini sebagai bentuk kewajiban dan kontribusi kepada negara. Mereka menganggap bahwa pajak belanja online adalah hal yang wajar dan adil, karena setiap transaksi ekonomi harus dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mereka juga berharap bahwa pajak belanja online dapat digunakan secara optimal dan transparan oleh pemerintah untuk kepentingan rakyat.

Namun, ada juga yang menolak atau mengkritik rencana ini sebagai bentuk pembebanan dan pemerasan kepada masyarakat. Mereka menganggap bahwa pajak belanja online adalah hal yang tidak tepat dan tidak efektif, karena akan menimbulkan dampak negatif bagi konsumen dan pelaku usaha. Mereka juga meragukan bahwa pajak belanja online dapat dikelola dengan baik dan akuntabel oleh pemerintah, mengingat masih banyaknya kasus korupsi dan penyalahgunaan anggaran yang terjadi.

Kesimpulan

Pajak belanja online adalah pajak yang dikenakan kepada konsumen yang melakukan pembelian barang atau jasa melalui platform digital. Pajak ini akan diberlakukan mulai tahun 2022 dengan tarif sebesar 10 persen. Pajak ini memiliki dampak positif dan negatif bagi negara, konsumen, dan pelaku usaha. Masyarakat memiliki berbagai pendapat tentang pajak belanja online, ada yang mendukung dan ada yang menentang. Artikel ini bertujuan untuk memberikan informasi yang objektif dan komprehensif tentang topik tersebut.

Video Belanja Online Bakal Kena Pajak 10 Persen, Apa Kata Masyarakat?

Ada pertanyaan? Diskusikan dengan penulis atau pengguna lain
Tautan disalin ke papan klip!